Jumat, 15 Oktober 2010

SEKOlah Standar Nasional

Go SSN SMP Negeri 3 Cilacap!!!!

Rabu, 14 Juli 2010

Education is True..............

PRINSIP education for all yang tercermin melalui program pendidikan 3M (Mutu,Murah,dan Merata) tidak hanya sebagai slogan semata,namun menjadi cita-cita yang menunggu diwujudkan.

Minggu, 12 Juli 2009

*TAHUN AJARAN BARU TELAH DI MULAI*
sEMANGAtt!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
SMP 3 ??? mAU????

Selasa, 17 Maret 2009

NUPTK Guru SMP 3 Cilacap

nama- nama guru smp n 3 cilacap yang blum dapet NUPTK  dan permasalahannnya:

Janto: kurang nama iibu,

b. widodo : pending

marjako : belum

untuk mengurusinya bisa hubungi

ukaclp atau bu heffiana

di dinas P dan K

Jumat, 13 Maret 2009

Kriteria Guru Yang Baik Menurut Al-Ghazali

Selain sifat-sifat umum yang harus dimiliki guru sebagaimana meskinya, seorang guru juga harus memiliki sifat-sifat khusus atau tugas-tugas tertentu sebagai berikut :

Pertama, Jika praktek mengajar merupakan keahlian dan profesi dari seorang guru, maka sifat terpenting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih sayang. Sifat ini dinilai penting karena akan dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa tenteram pada diri murid terhadap gurunya. Hal ini pada gilirannya dapat menciptakan situasi yang mendorong murid untuk menguasai ilmu yang diajarkan oleh seorang guru.


Kedua, karena mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya mengajarnya itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW. yang mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guru tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina mental dan jiwa. Murid telah memberi peluang kepada guru untuk dekat pada Allah SWT. Namun hal ini bisa terjadi jika antara guru dan murid berada dalam satu tempat, ilmu yang diajarkan terbatas pada ilmu-ilmu yang sederhana, tanpa memerlukan tempat khusus, sarana dan lain sebagainya. Namun jika guru yang mengajar harus datang dari tempat yang jauh, segala sarana yang mendukung pengajaran harus diberi dengan dana yang besar, serta faktor-faktor lainnya harus diupayakan dengan dana yang tidak sedikit, maka akan sulit dilakukan kegiatan pengajaran apabila gurunya tidak diberikan imbalan kesejahteraan yang memadai. 

Ketiga, seorang guru yang baik hendaknya berfungsi juga sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar di hadapan murid-muridnya. Ia tidak boleh membiarkan muridnya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran yang sebelumnya. Ia juga tidak boleh membiarkan waktu berlalu tanpa peringatan kepada muridnya bahwa tujuan pengajaran itu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT,. Dan bukan untuk mengejar pangkat, status dan hal-hal yang bersifat keduniaan. Seorang guru tidak boleh tenggelam dalam persaingan, perselisihan dan pertengkaran dengan sesama guru lainnya.

Keempat, dalam kegiatan mengajar seorang guru hendaknya menggunakan cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian dan sebagainya. Dalam hubungan ini seorang guru hendaknya jangan mengekspose atau menyebarluaskan kesalahan muridnya di depan umum, karena cara itu dapat menyebabkan anak murid yang memiliki jiwa yang keras, menentang, membangkang dan memusuhi gurunya. Dan jika keadaan ini terjadi dapat menimbulkan situasi yang tidak mendukung bagi terlaksananya pengajaran yang baik.

Kelima, seorang guru yang baik juga harus tampil sebagai teladan atau panutan yang baik di hadapan murid-muridnya. Dalam hubungan ini seorang guru harus bersikap toleran dan mau menghargai keahlian orang lain. Seorang guru hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu yang bukan keahliannnya atau spesialisasinya. Kebiasaan seorang guru yang mencela guru ilmu fiqih dan guru ilmu fiqih mencela guru hadis dan tafsir, adalah guru yang tidak baik. (Al-Ghazali, t.th:50)

Keenam, seorang guru yang baik juga harus memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya itu. Dalam hubungan ini, Al-Ghazali menasehatkan agar guru membatasi diri dalam mengajar sesuai dengan batas kemampuan pemahaman muridnya, dan ia sepantasnya tidak memberikan pelajaran yang tidak dapat dijangkau oleh akal muridnya, karena hal itu dapat menimbulkan rasa antipati atau merusak akal muridnya. (Al-Ghazali, t.th:51)

Ketujuh, seorang guru yang baik menurut Al-Ghazali adalah guru yang di samping memahami perbedaan tingkat kemampuan dan kecerdasan muridnya, juga memahami bakat, tabiat dan kejiawaannya muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya. Kepada murid yang kemampuannya kurang, hendaknya seorang guru jangan mengajarkan hal-hal yang rumit sekalipun guru itu menguasainya. Jika hal ini tidak dilakukan oleh guru, maka dapat menimbulkan rasa kurang senang kepada guru, gelisah dan ragu-ragu.

Kedelapan,
seorang guru yang baik adalah guru yang berpegang teguh kepada prinsip yang diucapkannya, serta berupaya untuk merealisasikannya sedemikian rupa. Dalam hubungan ini Al-Ghazali mengingatkan agar seorang guru jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang bertentangan dengan prinsip yang dikemukakannya. Sebaliknya jika hal itu dilakukan akan menyebabkan seorang guru kehilangan wibawanya. Ia akan menjadi sasaran penghinaan dan ejekan yang pada gilirannya akan menyebabkan ia kehilangan kemampuan dalam mengatur murid-muridnya. Ia tidak akan mampu lagi mengarahkan atau memberi petunjuk kepada murid-muridnya.

Dari delapan sifat guru yang baik sebagaimana dikemukakan di atas, tampak bahwa sebagiannya masih ada yang sejalan dengan tuntutan masyarakat modern. Sifat guru yang mengajarkan pelajaran secara sistematik, yaitu tidak mengajarkan bagian berikutnya sebelum bagian terdahulu dikuasai, memahami tingkat perbedaan usia, kejiwaan dan kemampuan intelektual siswa, bersikap simpatik, tidak menggunakan cara-cara kekerasan, serta menjadi pribadi panutan dan teladan adalah sifat-sifat yang tetap sejalan dengan tuntutan masyarakat modern. 

Menjadi Orang Kreatif Tu PerlUU Loh.............

MenjaDi Kreatif

1. Love Many Things 


Kemampuan kita untuk selalu terbuka terhadap berbagai hal atau dengan istilah lainnya “Open Your Eyes” akan memberikan energi yang luar biasa untuk mampu mencintai segala sesuatu, termasuk mencintai apa yang kita kerjakan (profesi kita, bsinis kita). Mencintai adalah istilah lain dari “memberi” dan memberi adalah kewajiban sebagai makhluk Allah SWT. “tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah “ (al hadist) dan juga menjadi motto dari komunitas tangan di atas.

Dan mencintai itu harus kita lakukan dengan penuh ketulusan. Kalau kita dengan tulus melakukan pekerjaan, maka tidak akan ada beban sedikitpun yang mengganjal terhadap apapun yang ”ingin” kita lakukan. 

“I never, ever thought of myself as a businessman. I was interested in creating things I would be proud of.”
(Richard Branson)

2. Believe in Your Self

Kemampuan untuk mengenali apa yang menjadi keistimewaan kita merupakan hal terpenting dalam hidup kita. Karena itu merupakan anugerah Allah yang sangat besar sehingga kita harus mengoptimalkannya dengan baik.

”mempercayai kemampuan kreatifitas anda adalah separo dari sukses itu sendiri”

Berikutnya, kita harus memiliki “gaya” yang merupakan cirri khas diri kita, dan ini bisa menandakan sejauh mana kita kreatif. Misalnya, kita mengenal Bob Sadino (pengusaha yang memiliki gaya dengan celana pendeknya), dll.

3. Dream
Untuk bisa kreatif, kita harus bisa ber”mimpi” besar untuk menggapai sesuatu. Hidup kita tidak akan bergairah kalau kita tidak memiliki impian dan target. 

Pak Anang, dulunya hanyalah lulusan SMA kemudian bekerja sebagai art director di SCTV. Suatu saat beliau memiliki impian memiliki corporate yang bergerak dibidang desain. Ketemulah beliau dengan Pak Tanadi Santoso yang saat itu sudah menjadi pengusaha. Dan akhirnya mendirikan perusahaan SAMdesign. Di awal berdirinya mengalami cobaan yang berliku karena saat itu perusahaan desain bersaing dengan tukang sablon, tukang cetak, dll. Sampai pada akhirnya mampu melakukan positioning sebagai perusahaan desain yang cukup besar dan sekarang sudah ada cabang di Jakarta, dan omsetnya jangan ditanya…wow…

To make a great dream come true, You must first have a great dream.

4. Push to the limit 

Punyailah keinginan yang kuat.
“kerja keras tanpa kreatifitas adalah memalukan, tetapi kreatifitas tanpa kerja keras adalah tragedy”

LUCK = PREPARATION meeting OPPORTUNITY!

5. Belajar 

Look through the eyes of a child.
The art of “Listening” has been mostly forgotten.
God creates human with two ears and only one mouth for a good reason.

Belajar bisa dilakukan dengan :
Tanya pada yang Ahli, Membaca, Jalan-Jalan, Nonton Bioskop, Ikuti Seminar, dll

Sebagai seorang muslim kita sering mengenal ungkapan-ungkapan seperti :
”belajarlah sampai ke negeri CHINA”
”belajar dari sejak buaian ibu sampai ke liang lahat”
”untuk meraih kebahagaiaan di dunia capailah dengan ilmu, untuk meraih kebahagiaan di akhirat capailah dengan ilmu dan untuk meraih kedua-duanya capailah dengan ilmu”

6. Berhubungan dengan Orang-orang Kreatif

fate chooses our relatives, we choose our friends.

“Sahabat terbaik adalah dia yang mampu mengeluarkan apa yang terbaik dari diri Anda” (Henry Ford)

7. Jadilah Master dalam Berkomunikasi


Saat ini dunia begitu sempit, apa yang terjadi di belahan bumi lain akan bisa kita ketahui sekarang juga dan dimana kita berada. Jadi, untuk menumbuhkan kreatifitas kita harus bisa memanfaatkan sarana komunikasi seperti halnya, Blogger, Friendster, Personal Website, dll. Hari gini gak punya website pribadi...? ya, ketinggalan zaman, kata mas tukul arwana ”ndeso” alias ”katrok” he..he..

8. The Journey is The Destination

Fun : Bermain mendorong anda dalam suatu pikiran yang berisi banyak elemen
yang anda butuhkan untuk kreatif, misalnya keingintahuan, imajinasi, experimentasi, fantasi, spekulasi, atau apa saja


Saya Tidak Pernah memiliki hari kerja dalam hidup saya. Semuanya merupakan kegembiraan (Thomas A. Edison)

9. Ciptakan Lingkungan Yang Menggairahkan

Lingkungan akan berpengaruh pada tingkat kreatifitas kita, maka kita perlu mencari tempat yang membuat pikiran dan energi kita bisa mengalir secara sehat.

Disamping itu juga perlu mengatur lingkungan kita agar bisa menumbuhkan kreatifitas, diantaranya :

Cahaya, sumber alam dari energi kreatif
Warna , pencipta suasana yang ajaib
Suara, musik untuk pikiran anda
Aroma, terapi untuk jiwa anda
Sentuhan, menyejukkan dan menstimulasi tubuh
Rasa, makanan untuk pikiran kreatif
Supaya diri kita terus bergairah, makanan yang kita konsumsi juga harus sehat dan bergizi. Menurut pembagian jenis makanannya ada pengaruh yang ditimbulkan akibat kita mengkonsumsinya, diantaranya :
Karbohidrat : menimbulkan rasa kantuk
Protein : dapat meningkatkan kewaspadaan
Lemak : menumpulkan kemampuan mental

10. Gabungkan Dengan Teknologi Terkini
“Teknologi adalah kata lain untuk ‘ peralatan’. Ada masanya paku merupakan teknologi tinggi “ (Tom Clancy)

Jumat, 13 Februari 2009

Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan

Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan


Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi agenda penting pemerintah (depdiknas) beberapa tahun terakhir menyusul hasil penilaian internasional, seperti PISA 2003 (Programme for International Student Assessment) dan TIMSS 2003 (Trends in International Mathematics and Sciences Study), yang menempatkan Indonesia pada posisi buntut dalam hal mutu pendidikan.

Lebih dari itu, laporan terkini dari UNDP tentang Indeks Pembangunan Manusia tahun 2006 juga masih menempatkan Indonesia pada ranking ke-108 dari 177 negara, jauh di bawah negara-negara tetangga, seperti Singapura (25), Brunei Darussalam (34), dan Malaysia (61).

Berbagai terobosan dan kebijakan penting telah diambil oleh depdiknas dalam rangka meningkatkan akses pendidikan yang merata dan bermutu sejalan dengan komitmen yang digariskan oleh UNESCO melalui program Education for All (EFA). Ujian Nasional (UN) yang belum lama ini kembali digelar oleh depdiknas dan kebijakan perubahan kurikulum –dari kurikulum 1994 ke KBK, dari KBK ke KTSP– adalah bagian penting dari terobosan penting itu. Sejauhmana kebijakan-kebijakan tersebut mampu meningkatkan mutu pendidikan?

Alih-alih menjadi strategi peningkatan mutu pendidikan, kebijakan UN sesungguhnya telah mengaburkan hakikat pendidikan bermutu. Parameter kebermutuan pendidikan tidak lagi didasarkan pada kebermaknaan individu dalam berperan di dalam kehidupan masyarakat, melainkan melulu didasarkan pada sejauhmana peserta didik mampu mensiasati sederetan soal dalam UN.

Lebih dari itu, kebijakan UN tidak lagi berpihak pada kepentingan siswa, tetapi lebih banyak mendukung kepentingan kekuasaan. Hasil UN setidaknya bisa menjadi alat legitimasi pemerintah untuk mengklaim peningkatan mutu pendidikan yang pada gilirannya bisa menjadi nilai tawar tersendiri bagi pemerintah di mata dunia internasional. Di sinilah, makna kualitas pendidikan telah dimonopoli sedemikian rupa oleh kepentingan pemerintah dan bahkan kepentingan global.

Salah Resep

Penerapan UN sebagai salah satu resep peningkatan mutu pendidikan mencerminkan sebuah kebijakan yang tidak didasarkan pada akar persoalan pendidikan yang sebenarnya. Problem utama merosotnya mutu pendidikan sebenarnya tidak disebabkan oleh lemahnya sistem evaluasi dan kurikulum, melainkan terletak pada rendahnya kualitas guru secara umum dan tidak meratanya persebaran guru-guru profesional.

Menurut laporan Balitbang Depdiknas, misalnya, hanya sekitar 30 persen dari keseluruhan guru tingkat SD di Indonesia yang mempunyai kualifikasi untuk mengajar. Hal yang sama juga terjadi di satuan pendidikan menengah, terutama di lingkungan madrasah. Data Departemen Agama (2006) menyebutkan bahwa sekitar 60 persen guru madrasah tidak mempunyai kualifikasi mengajar. Inilah sebenarnya akar persoalan pendidikan kita.

Namun, seperti yang kita lihat, selama ini kebijakan pemerintah dalam upaya perbaikan mutu pendidikan belum sepenuhnya didasarkan pada akar persoalan di atas. Malah, pemerintah cenderung sibuk dengan kebijakan ‘salah resep’, seperti penerapan UN dan perubahan kurikulum yang sebenarnya belum terlalu mendesak untuk dilakukan.

Terkait dengan kebijakan perubahan kurikulum, penting dicatat bahwa inovasi kurikulum tanpa didukung oleh ketersediaan guru yang mumpuni –yang notabene sebagai agen pelaksana kurikulum di kelas– malah hanya akan semakin membuat runyam mutu pendidikan.

Padahal kalau kita mau belajar dari keberhasilan model pendidikan Finlandia –yang berdasarkan laporan PISA 2000 dan 2003 menempatkan negara welfare state itu pada ranking pertama dalam hal ketercapaian kompetensi aplikatif siswa berumur 15 tahun dalam bidang literasi dan numerasi, justru faktor inovasi kurikulum, sebagaimana dikatakan Simola (2005), tidak berperan signifikan dalam menunjang keberhasilan pendidikan di Finlandia. Ketersediaan guru yang kompeten lah sebenarnya yang merupakan kunci sukses pendidikan di negara tersebut.

Kebijakan strategis

Lalu, apa yang bisa kita lakukan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional? Setidaknya ada empat kebijakan strategis yang bisa dilakukan.

Pertama, perlunya dilakukan semacam ‘ujian nasional’ bagi semua guru dari tingkat SD sampai SMA. ‘UN’ guru ini digunakan sebagai langkah pemetaan terhadap kompetensi guru secara nasional. Program ini juga penting sebagai upaya melihat sejauhmana persebaran guru-guru yang benar-benar kompeten di bidangnya.

Kebijakan pemerintah tentang sertifikasi guru sebagai implementasi UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen sesungguhnya bisa diarahkan pada tujuan di atas. Namun sayangnya, kebijakan tersebut terkesan terlalu akomodatif terhadap tarik ulur kepentingan politis. Semestinya kebijakan tersebut harus benar-benar diarahkan pada upaya menjaring bibit-bibit guru profesional, bukan sekedar untuk ‘balas budi’ terhadap lamanya pengabdian para ‘guru senior’.

Kedua, perlunya kebijakan persebaran guru-guru berkualitas. Selama ini guru-guru berkualitas banyak tersebar di sekolah-sekolah favorit (effective schools) di perkotaan. Hal ini wajar karena mereka melihat jaminan –baik dari sisi ekonomi maupun karier– yang lebih menjanjikan di sekolah-sekolah itu. Hal inilah sebenarnya yang melahirkan kesenjangan kualitas pendidikan antara urban schools dengan rural schools.

Karena itu, sudah saatnya pemerintah membuat kebijakan yang menguntungkan sekolah-sekolah di daerah terpencil berupa kebijakan persebaran guru-guru berkualitas. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan daya tarik yang lebih kepada mereka yang mengajar di sekolah-sekolah pinggiran tersebut, misalnya, dengan ditambahkannya insentif perumahan dan fasilitas pendukung lainnya. Pola pembinaan karir terutama guru-guru PNS bisa diarahkan pada kebijakan ini.

Dalam hal ini, ada baiknya kita mengadopsi sistem pembinaan karier model militer, di mana kader-kader terbaik harus ditempa terlebih dahulu di daerah-daerah yang penuh tantangan yang tidak mudah (contexts of stringency).

Ketiga, sebagai jangka panjang, perlu dilakukan strategi untuk mencari bibit unggul dalam profesi keguruan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara meningkatkan pengakuan dan penghasilan yang lebih kompetitif bagi profesi guru, sehingga hal ini bisa memikat para lulusan terbaik dari SMA untuk melanjutkan ke program keguruan. Keberhasilan pendidikan Finlandia, sebagaimana disebutkan di atas, tidak bisa dilepaskan dari faktor ini. Simola (2005) mensinyalir bahwa program keguruan di Finlandia termasuk jurusan paling diminati oleh para lulusan terbaik SMA, sehingga wajar jika kebanyakan guru Finlandia merupakan bibit unggul yang berkualitas.

Keempat, pemerintah juga perlu melakukan restrukturisasi menyeluruh terhadap lembaga-lembaga keguruan di tanah air, terutama dari segi rekruitmen mahasiswanya, sehingga jaminan kualitasnya semakin unggul dan bisa dipertanggungjawabkan.
Kebijakan-kebijakan strategis di atas seharusnya menjadi pijakan pemerintah dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan nasional. Meskipun strategi-strategi itu hasilnya tidak bisa langsung kelihatan, tapi itu akan lebih efektif daripada strategi penerapan kebijakan UN yang terkesan hanya mengambil jalan pintas peningkatan mutu pendidikan yang hasilnya pun masih diragukan banyak pihak.